Konversi sebagai Negosiasi
Oleh Dr. Samsul Hidayat, MA
Dosen Prodi Studi Agama-Agama IAIN Pontianak
Artikel "Conversion as Negotiation: Converts as Actors of Civil Society" (2020) oleh Katrin Langewiesche membahas tentang bagaimana konversi agama, khususnya dalam konteks gerakan Ahmadiyya dan organisasi Humanity First di Afrika Barat dan Eropa, dipahami sebagai negosiasi sosial daripada keyakinan pribadi. Artikel ini mengeksplorasi konversi dalam konteks gender, mobilitas sosial, dan kekuasaan, serta bagaimana konversi sering kali merupakan proses adaptasi sosial yang melibatkan strategi pengakuan dalam komunitas yang lebih luas.
1. Konversi sebagai Negosiasi Sosial
Langewiesche memperkenalkan konsep konversi sebagai bentuk negosiasi sosial, yang mana individu tidak hanya berpindah keyakinan tetapi juga menegosiasikan identitas sosial mereka di tengah lingkungan yang mungkin tidak menerima perpindahan tersebut. Pendekatan ini menarik, terutama karena menggeser fokus dari perubahan spiritual atau teologis menuju perubahan yang lebih bersifat sosiologis. Konversi dalam artikel ini dilihat sebagai hasil dari interaksi antara keyakinan pribadi dan tekanan sosial.
Dari perspektif studi agama, konversi sebagai negosiasi sosial memberikan wawasan baru tentang bagaimana individu mempertahankan atau mengubah identitas mereka dalam masyarakat. Dalam konteks Ahmadiyya, yang sering kali berada di posisi minoritas dalam Islam, konversi juga dapat dilihat sebagai bentuk resistensi terhadap hegemoni agama mayoritas. Konversi menjadi cara bagi individu untuk mengartikulasikan kembali identitas mereka dalam kaitannya dengan kekuasaan sosial dan politik yang ada.
Kritik: Meskipun analisis ini kuat dalam memahami konversi sebagai negosiasi sosial, artikel ini kurang memberikan perhatian pada aspek spiritual dari konversi itu sendiri. Negosiasi identitas mungkin melibatkan dinamika sosial yang kompleks, tetapi pergeseran spiritual yang mendalam juga memainkan peran penting dalam proses konversi. Artikel ini dapat diperkaya dengan lebih banyak membahas bagaimana aspek spiritual dan teologis juga ikut berperan dalam negosiasi ini.
2. Peran Gender dalam Proses Konversi
Artikel ini memberikan perhatian khusus pada peran gender dalam proses konversi, terutama dalam konteks bagaimana perempuan menghadapi tekanan sosial tambahan ketika mereka pindah agama. Konversi bagi perempuan tidak hanya berarti perubahan keyakinan, tetapi juga melibatkan perubahan posisi mereka dalam hierarki sosial, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang lebih luas.
Dari perspektif studi agama, peran gender dalam konversi sangat penting, karena agama sering kali berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan norma-norma gender. Misalnya, dalam komunitas Muslim tradisional, peran perempuan sering kali dibatasi oleh interpretasi agama tertentu. Namun, konversi ke Ahmadiyya, seperti yang dibahas dalam artikel, menawarkan perempuan ruang yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan melalui organisasi seperti Humanity First. Ini menunjukkan bahwa konversi agama tidak hanya memengaruhi kehidupan spiritual, tetapi juga kehidupan sosial dan politik perempuan.
Kritik: Artikel ini dapat diperluas dengan lebih banyak menyoroti bagaimana peran gender dalam konversi bervariasi di berbagai konteks budaya. Misalnya, bagaimana pengalaman perempuan yang pindah ke Ahmadiyya di Afrika Barat berbeda dengan di Eropa? Perbedaan ini akan memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana konversi dipengaruhi oleh faktor budaya dan gender.
3. Mobilitas Sosial dan Peran Agama dalam Pemberdayaan
Konversi dalam artikel ini juga dibahas dalam konteks mobilitas sosial, di mana individu yang pindah ke Ahmadiyya sering kali melihat agama baru mereka sebagai cara untuk meningkatkan status sosial dan ekonomi mereka. Organisasi seperti Humanity First menawarkan individu peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan yang dapat meningkatkan profil mereka dalam masyarakat. Dengan kata lain, konversi tidak hanya menjadi pilihan spiritual tetapi juga strategi untuk meningkatkan mobilitas sosial.
Dari perspektif studi agama, hubungan antara agama dan mobilitas sosial sangat menarik, karena agama sering kali digunakan sebagai alat untuk legitimasi sosial. Dalam konteks Ahmadiyya, konversi memungkinkan individu untuk mengakses jaringan sosial dan ekonomi yang lebih luas, yang pada gilirannya dapat membantu mereka mencapai tujuan pribadi dan profesional.
Kritik: Meskipun artikel ini memberikan analisis yang kaya tentang bagaimana konversi dapat meningkatkan mobilitas sosial, lebih banyak analisis tentang bagaimana jaringan Ahmadiyya berfungsi dalam konteks yang berbeda akan sangat bermanfaat. Apakah peran agama dalam mobilitas sosial sama kuatnya di Afrika Barat seperti di Eropa? Ini adalah pertanyaan penting yang dapat digali lebih lanjut.
4. Negosiasi Identitas di Tengah Minoritas Agama
Salah satu poin penting dalam artikel ini adalah bagaimana konversi ke Ahmadiyya dipahami dalam konteks minoritas agama. Ahmadiyya, yang sering kali dianggap heterodoks oleh Muslim lain, menawarkan tempat bagi individu yang merasa terpinggirkan dalam komunitas agama mayoritas. Artikel ini menunjukkan bahwa konversi ke Ahmadiyya sering kali merupakan cara bagi individu untuk menemukan identitas baru yang memungkinkan mereka berpartisipasi dalam masyarakat sipil dengan lebih percaya diri.
Dari perspektif studi agama, ini menyoroti peran penting agama minoritas dalam menyediakan ruang alternatif bagi individu yang merasa tidak cocok dengan norma-norma agama mayoritas. Ahmadiyya tidak hanya menawarkan komunitas spiritual tetapi juga jaringan sosial dan ekonomi yang memungkinkan anggotanya untuk berkembang dalam masyarakat yang lebih luas.
Kritik: Artikel ini dapat diperkuat dengan lebih banyak membahas bagaimana Ahmadiyya bersaing dengan komunitas agama lain dalam menarik konversi, terutama dalam konteks di mana mereka adalah minoritas yang signifikan. Bagaimana mereka membangun legitimasi dan menarik konversi di tengah-tengah persaingan dengan agama mayoritas?
Kesimpulan
Artikel "Conversion as Negotiation" memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang konversi sebagai proses negosiasi sosial. Melalui studi kasus di Afrika Barat dan Eropa, Langewiesche berhasil menunjukkan bagaimana konversi ke Ahmadiyya melibatkan negosiasi yang kompleks terkait gender, mobilitas sosial, dan kekuasaan. Dari perspektif studi agama, artikel ini menawarkan wawasan baru tentang bagaimana konversi tidak hanya melibatkan perubahan spiritual tetapi juga transformasi sosial.
Namun, artikel ini dapat diperkuat dengan lebih banyak fokus pada aspek spiritual dari konversi dan bagaimana negosiasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya yang berbeda. Selain itu, analisis lebih lanjut tentang bagaimana peran gender dan mobilitas sosial bervariasi di berbagai konteks akan sangat memperkaya diskusi.
Referensi
Langewiesche, K. (2020). Conversion as Negotiation. Converts as Actors of Civil Society. Religions, 11(7), 322.
Print Version