Oleh: Samsul Hidayat

Pengajian Ahad Pagi di Masjid Tanwir Muhammadiyah Pontianak, 11 Mei 2025, menjadi momen spiritual dan intelektual yang menyegarkan. Dalam tausiyahnya, Dr. KH. M. Ziyad, M.Ag, Ketua Lembaga Haji dan Umrah PP Muhammadiyah, mengajak jamaah untuk kembali menghidupkan ruh gerakan Muhammadiyah—sebuah ruh yang tidak boleh ditinggalkan, karena tanpanya, Muhammadiyah hanya akan tinggal sebagai raga tanpa jiwa.

Ruh Pengajian: Energi Kolektif Gerakan

“Rajin pengajian adalah ruh Muhammadiyah. Kalau tidak ada pengajian, maka Muhammadiyah tinggal raga,” demikian ungkapan pembuka yang mengandung refleksi mendalam. Dalam tradisi Muhammadiyah, pengajian bukan sekadar forum transfer ilmu agama, melainkan medan pembinaan kader, penguatan spiritualitas, dan penajaman komitmen keumatan.

Dalam konteks ini, pengajian Ahad pagi menjadi semacam titik kulminasi dari seluruh dinamika dakwah Muhammadiyah. Di sana berkumpul kader, simpatisan, dan warga yang merindukan asupan rohani serta panduan hidup dari para ulama yang berilmu dan berpengalaman. Ia ibarat baterai yang terus mengisi ulang energi ruhani kolektif warga Muhammadiyah.

Dinamika Hidup Sehat: Inspirasi Rasulullah dan Keteladanan Jepang

KH. Ziyad juga menyentuh pentingnya gaya hidup sehat sebagai cerminan dinamika hidup yang Islami. “Rajin bergerak seperti orang Jepang,” ujar beliau, merujuk pada budaya kerja keras dan kebugaran bangsa Jepang yang dikenal memiliki tingkat harapan hidup tinggi. Rasulullah sendiri, lanjut beliau, dan istri beliau sering berolahraga, termasuk lari.

Pesan ini penting di tengah realitas kesehatan umat Islam saat ini. Banyak anak-anak dan remaja yang mengalami gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah di usia dini. Fenomena ini bukan hanya persoalan medis, tapi juga menjadi tamparan spiritual atas gaya hidup yang tidak lagi merujuk pada prinsip-prinsip Qur’ani tentang menjaga tubuh sebagai amanah.

Surat Abasa dijadikan sebagai cermin bagaimana Islam mengajarkan sensitivitas dan ketegasan dalam menjaga kesehatan dan adab sosial. Ketika Rasulullah menampakkan raut wajah masam saat menerima tamu tunanetra, Allah langsung menegurnya. Teguran itu menjadi pelajaran bahwa ekspresi, sikap, dan kesehatan hati harus senantiasa dijaga.

Risalah Islam Berkemajuan: Fondasi dan Visi Global

Poin sentral lain dalam pengajian ini adalah penekanan terhadap Risalah Islam Berkemajuan—konsep khas Muhammadiyah yang menjadikan Islam sebagai agama pembebas, pencerah, dan solutif. Tiga pilar utama dikemukakan:

1. Tauhid sebagai dasar beragama. KH. Ziyad menekankan pentingnya anak-anak bisa membaca Al-Qur’an sejak dini. Keterhubungan dengan wahyu harus menjadi fondasi spiritual dan epistemik dalam menjalani kehidupan. Ini bukan hanya aspek ritual, tapi juga pedagogik: membangun generasi Qur’ani yang cerdas dan berakhlak. “Metode cepat baca al-Quran Quantum Hijaiyah karya ustadz Samsul Hidayat dapat menjadi salah solusi memberantas buta huruf al-Quran” ujar dosen UIN ini.

2. Islam sebagai agama universal. Islam menurut beliau adalah agama yang bisa diterapkan di semua ruang dan waktu. Ia lentur namun tetap kuat dalam prinsip. Dalam kasus puasa di wilayah ekstrem (seperti kutub), umat Islam dapat menginduk pada waktu di Mekkah. Ini contoh bagaimana Islam tidak memaksakan diri tapi tetap menjaga keotentikan ajarannya.

3. Kesehatan sebagai bagian dari syariat. Menjaga tubuh adalah bagian dari amanah ketauhidan. Bukan hanya aspek jasmani, tetapi juga bagian dari spiritualitas. Dengan tubuh yang sehat, ibadah menjadi optimal, dan hidup menjadi lebih bermanfaat.

Islam Rahmatan lil ‘Alamin dan Misi Global Muhammadiyah

Dalam forum itu, Dr. Ziyad juga menegaskan bahwa Muhammadiyah ingin mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin yang menyapa dunia. Bukan hanya slogan, tapi agenda nyata yang telah dirintis melalui pengiriman dai internasional, pembukaan kantor cabang luar negeri, dan terlibat dalam forum perdamaian global.

Muhammadiyah, dalam visinya, tidak semata menjadi gerakan nasional, tetapi juga transnasional dengan misi membawa pesan Islam yang moderat, rasional, dan inklusif. Hal ini diperkuat dengan berbagai kerja sama lintas negara yang mengusung nilai-nilai kemanusiaan universal.

Majalisus Sholihin: Aroma Spiritualitas Kolektif

Konsep majalisus sholihin atau duduk bersama orang-orang saleh, diibaratkan oleh Rasul sebagai seseorang yang duduk bersama penjual minyak kasturi—meskipun tidak membeli, akan tetap terkena baunya. Pengajian, dalam konteks ini, bukan hanya forum intelektual tapi juga ruang spiritual yang penuh keberkahan.

Majelis seperti ini memperkuat atmosfer ruhani dan menanamkan nilai kesalehan kolektif yang berdampak sosial. Di sinilah Muhammadiyah membedakan dirinya—dakwah yang menghidupkan ruh, bukan sekadar menyemarakkan keramaian.

Wasathiyah Islam: Jalan Tengah yang Mencerahkan

Wasathiyah atau moderasi Islam menjadi bagian penting dalam dakwah Muhammadiyah. KH. Ziyad menolak keras sikap ekstrem kanan atau kiri dalam beragama. Muhammadiyah, menurut beliau, harus menjadi garda tengah yang mampu menerima perbedaan, termasuk dalam persoalan furu’iyah atau khilafiyah. “Jangan mudah menuduh, menjudge dan menghakimi, perbedaan dikalangan umat harus ditanggapi dengan bijaksana dan penuh hikmah” ujar Ziyad.

Dialog antaragama dan antar mazhab menjadi keniscayaan dalam era keterbukaan ini. Muhammadiyah tidak memposisikan diri sebagai kebenaran tunggal, tapi membuka ruang-ruang diskusi dan kolaborasi dalam semangat ukhuwah dan toleransi. Dalam ruang inilah Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam—bukan hanya bagi umat Islam.

Islam dan Ekologi: Rahmat bagi Lingkungan

Di akhir pengajian, Dr. Ziyad memberikan refleksi penting tentang tanggung jawab ekologis umat Islam. Bahwa menjadi Muslim sejati bukan hanya beribadah di masjid, tetapi juga menjaga lingkungan. Masjid dan rumah ibadah harus menjadi pusat pembelajaran dan penggerak konservasi lingkungan.

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid tidak boleh abai terhadap krisis lingkungan. Menanam pohon, mengelola sampah, menjaga air bersih, dan merawat keanekaragaman hayati harus menjadi bagian dari amal salih. Menjadi rahmat bagi alam berarti menjadi pengelola bumi yang bertanggung jawab.

Penutup: Menggerakkan Umat, Menyemai Peradaban

Pengajian Ahad Pagi yang dihadiri 200 lebih jamaah Muhammadiyah dari Kota Pontianak, Kuburaya dan Mempawah ini memberikan pelajaran penting bahwa dakwah Muhammadiyah bukan hanya berbicara di mimbar, tetapi juga bekerja di akar rumput. Menghidupkan pengajian adalah menghidupkan ruh umat. Bergerak dinamis adalah meneladani Rasul. Membangun kesalehan sosial, spiritual, dan ekologis adalah misi utama Muhammadiyah.

Muhammadiyah tidak hadir untuk nostalgia, tapi untuk melangkah maju membawa Islam sebagai risalah pencerahan dan rahmat. Tidak hanya untuk Indonesia, tapi untuk dunia yang lebih damai, sehat, dan berkeadaban.

Categories: Artikel