Oleh: Dr. Samsul Hidayat, MA
Pada Selasa, 24 Juni 2025, Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak menyelenggarakan kegiatan penguatan kapasitas bertajuk “Cegah Dini Dan Deteksi Dini Paham Keagamaan Islam Kota Pontianak. Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak, H. Ruslan, S.Ag., M.A, yang dalam sambutannya menegaskan urgensi deteksi dini terhadap berbagai bentuk penyimpangan paham keagamaan. Ia menekankan bahwa penyuluh agama Islam memiliki posisi strategis dalam menjaga umat dari infiltrasi ideologi keagamaan yang menyimpang melalui pendekatan edukatif, preventif, dan dialogis.
Sebanyak 65 peserta hadir dalam kegiatan ini, terdiri dari penyuluh agama Islam fungsional, honorer, dan kontrak di lingkungan Kemenag Kota Pontianak. Mereka berasal dari berbagai latar belakang komunitas dakwah dan pendidikan Islam, namun memiliki satu visi yang sama: merawat keberagaman dan menjaga harmoni umat melalui pendekatan moderasi beragama.
Mengapa Deteksi Dini Itu Penting?
Dalam konteks keberagamaan Indonesia saat ini, kita menghadapi tantangan yang tidak lagi sederhana. Perkembangan teknologi digital telah menciptakan ruang-ruang baru bagi pertarungan wacana, termasuk dalam hal keagamaan. Platform seperti TikTok, YouTube, dan media sosial lainnya kini menjadi ladang subur bagi penyebaran paham-paham ekstrem dan eksklusif yang mengklaim kebenaran tunggal sembari menyesatkan yang berbeda. Sebagian besar konten tersebut tidak berasal dari otoritas keagamaan yang sah, tetapi justru dari figur anonim yang mengedepankan narasi kebencian, takfirisme, dan ideologi transnasional yang mengancam persatuan.
Sebagai ilustrasi, dalam pemaparan Dr. Samsul Hidayat, MA—Fasilitator Nasional Moderasi Beragama Kementerian Agama RI—disebutkan bahwa terdapat konten-konten dakwah di TikTok dan YouTube yang secara sistematis menyudutkan kelompok keagamaan lain, mengajak boikot sosial terhadap umat berbeda mazhab, bahkan mendukung tindakan kekerasan simbolik atas nama agama.
Di sinilah pentingnya deteksi dini. Seperti halnya dalam dunia medis, semakin awal gejala dikenali, semakin besar peluang penyembuhan. Demikian pula dalam dunia dakwah, semakin cepat penyuluh agama dapat mengenali gejala penyimpangan pemahaman keagamaan, semakin efektif langkah preventif dapat diambil untuk mencegah meluasnya paham yang menyimpang.
Peran Strategis Penyuluh Agama
Penyuluh agama bukan hanya juru dakwah yang menyampaikan khutbah di masjid atau pengajian. Mereka adalah agen perubahan sosial, penjaga akidah umat, dan mediator damai di tengah masyarakat yang plural dan dinamis. Dalam kegiatan ini, peserta dibekali pemahaman mendalam tentang indikator awal penyimpangan paham, teknik analisis konten dakwah digital, serta strategi komunikasi yang efektif untuk merespons umat yang mulai terpapar ideologi intoleran.
Salah satu segmen penting dalam pelatihan ini adalah simulasi lapangan, di mana para peserta diminta untuk mengidentifikasi potensi penyimpangan pemahaman keagamaan berdasarkan narasi digital yang disimulasikan. Respons mereka kemudian didiskusikan dan dikritisi dalam forum kelompok untuk menyusun langkah penanganan berbasis moderasi dan kearifan lokal Kalimantan Barat.
Langkah ini penting mengingat bahwa paham-paham ekstrem kerap menyasar wilayah-wilayah pinggiran yang lemah secara literasi keagamaan. Para penyuluh, dengan kehadiran langsung dan kedekatan kulturalnya, dapat menjadi garda terdepan untuk membendung arus radikalisme tersebut.

Moderasi Beragama: Strategi yang Terbukti Efektif
Salah satu pendekatan utama yang dibahas dalam kegiatan ini adalah moderasi beragama. Bukan sekadar jargon, moderasi beragama adalah paradigma keberagamaan yang mengedepankan empat pilar utama: komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap budaya lokal.
Dalam diskusi kelompok, para peserta mencatat tidak kurang dari 20 topik strategis yang relevan dalam konteks masyarakat Pontianak, seperti:
-
Islamophobia
-
Narasi ekstrem seperti pelarangan pengibaran bendera
-
Bullying berbau SARA di sekolah uum
-
Ketimpangan pemahaman fiqih dan akidah yang disalahgunakan untuk membenarkan kekerasan
Salah satu peserta, Khoirul Mukminin, seorang penyuluh honorer kota Pontianak, mengungkapkan bahwa narasi-narasi moderasi sangat membantunya dalam menjawab keresahan umat di lapangan. “Sering sekali warga bertanya kepada saya, bagaimana membedakan dakwah yang baik dengan yang menyimpang? Setelah ikut kegiatan ini, saya punya jawaban yang lebih jelas dan argumentatif,” ujarnya.
Konteks Lokal, Respons Lokal
Kalimantan Barat adalah wilayah dengan kekayaan budaya dan keagamaan yang tinggi. Desa-desa di sekitar Pontianak dihuni oleh masyarakat multietnis: Melayu, Dayak, Tionghoa, Bugis, dan lainnya. Oleh karena itu, setiap upaya deteksi dini harus sensitif terhadap konteks lokal. Tidak semua paham ekstrem dapat dikenali dengan parameter nasional. Kearifan lokal dan pendekatan budaya setempat justru menjadi jembatan penting dalam menjangkau masyarakat.
Dalam diskusi akhir, beberapa penyuluh mengusulkan agar modul pelatihan ke depan dapat memasukkan unsur budaya lokal, seperti adat istiadat Melayu-Dayak dalam merespons ajaran asing yang menyusup melalui media sosial. Misalnya, pendekatan melalui pantun dakwah, seni budaya, atau kearifan lokal seperti besaprah, musyawarah kampung, dan hukum adat sebagai benteng sosial terhadap infiltrasi ajaran menyimpang.

Rekomendasi Aksi Ke Depan
Kegiatan ini tidak berhenti pada forum diskusi semata. Di akhir sesi, para penyuluh menyusun rencana aksi nyata yang dapat diterapkan di komunitas masing-masing. Beberapa poin aksi yang direkomendasikan antara lain:
-
Membentuk tim deteksi dini berbasis komunitas dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemuda masjid, dan penggerak literasi digital.
-
Membangun kanal dakwah digital moderat, seperti YouTube channel atau akun TikTok edukatif yang menampilkan konten keagamaan yang sejuk dan membangun.
-
Mengadakan pelatihan literasi digital keagamaan di tingkat RT dan kelurahan untuk ibu rumah tangga, remaja, dan tokoh lingkungan.
-
Berkoordinasi dengan sekolah dan madrasah dalam program edukasi lintas iman dan toleransi berbasis kurikulum.
-
Mendorong forum lintas penyuluh lintas agama sebagai ruang dialog dan kerja sama mencegah infiltrasi ekstremisme di komunitas beragam.
Penyuluh Agama sebagai Penjaga Keutuhan Bangsa
Kegiatan ini mencerminkan bahwa penyuluh agama bukan hanya pelengkap administratif Kemenag, melainkan ujung tombak dalam membina umat dan menjaga keutuhan bangsa dari bahaya laten penyimpangan keagamaan. Dengan menguatkan literasi digital, meningkatkan kepekaan sosial, serta membangun narasi moderat yang mengakar pada nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, para penyuluh telah menjalankan peran keulamaannya dalam bentuk yang paling nyata.
Sebagaimana disampaikan oleh H. Ruslan dalam pembukaan kegiatan: “Jangan biarkan umat tersesat karena ketidaktahuan kita. Tugas kita adalah hadir sebelum paham menyimpang mengakar, bukan menyesal setelah umat terpapar.” Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa, bahwa menjaga umat adalah bentuk tertinggi dari kecintaan pada negeri.