Pontianak (9/11) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat kembali memperkuat peran dai dan penyuluh agama melalui kegiatan Penguatan Majelis Da’i Kebangsaan Tingkat Provinsi pada bidang Penerangan Agama Islam, Zakat, dan Wakaf. Dalam acara tersebut, Dr. Samsul Hidayat, M.A.—Ketua MUI Provinsi Kalimantan Barat sekaligus Ketua ICMI Kota Pontianak—hadir sebagai narasumber utama dengan materi bertajuk “Kolaborasi Strategis Da’i Kebangsaan: Membangun Masyarakat Religius, Cerdas, dan Berdaya Saing.”
Materi lengkapnya merujuk pada presentasi resmi yang disampaikan melalui paparan Kolaborasi Strategis Da’i Kebangsaan.
Dakwah Harus Masuk Ruang Baru, Bukan Hanya Mimbar Tradisional
Di hadapan para dai, penyuluh agama, dan penggerak keagamaan, Dr. Samsul membuka sesi dengan pertanyaan reflektif yang memantik perhatian peserta. “Apakah dakwah kita masih didengar, atau justru ditinggalkan? Banyak jamaah lebih aktif di TikTok daripada di masjid. Mereka bukan meninggalkan agama, mereka hanya berpindah ruang.”
Menurutnya, realitas masyarakat era 5.0 menghadirkan tantangan unik: “cerdas digital tetapi krisis moral,” penuh informasi namun minim kebijaksanaan. Oleh karena itu, dai masa kini tidak hanya perlu memahami teks agama, tetapi juga memahami ruang baru di mana umat berinteraksi.
Empat Pilar Kolaborasi Strategis: Spiritualitas hingga Digitalisasi
Dalam pemaparannya, Dr. Samsul menekankan bahwa dakwah tidak lagi cukup dilakukan secara individual. “Rasulullah membangun Madinah bukan hanya dengan khutbah, tetapi dengan kolaborasi antara Muhajirin dan Anshar,” ujarnya.
Ia kemudian menguraikan Empat Pilar Kolaborasi Strategis bagi dai kebangsaan:
-
Spiritual – membangun forum lintas agama yang peduli lingkungan dan harmoni sosial.
-
Intelektual – memperkuat literasi digital dan ekonomi syariah di kalangan dai dan umat.
-
Sosial-Ekonomi – menggerakkan UMKM jamaah dan mengoptimalkan zakat produktif.
-
Digital – memproduksi konten dakwah menenangkan (#DakwahMenenangkan), bukan memecah belah.
Keempat pilar ini, menurutnya, merupakan fondasi agar dai mampu menjawab kebutuhan umat yang kian kompleks.

Empat Kecerdasan Da’i Kebangsaan
Tidak hanya kolaborasi, Dr. Samsul juga memperkenalkan empat kecerdasan utama yang wajib dimiliki dai kebangsaan, yakni:
-
Spiritual Presence – menjadi penenang, bukan penegas konflik.
-
Narrative Intelligence – menyentuh hati melalui cerita yang bijak dan relevan.
-
Digital Literacy – menggunakan media sosial secara arif, tidak emosional.
-
Social Empathy – mendengar sebelum menasihati, memahami sebelum menghakimi.
“Umat hari ini tidak hanya butuh lebih banyak ceramah, tapi lebih banyak keteladanan,” tegasnya.
Studi Kasus dan Pelatihan Adab Dakwah
Paparan Dr. Samsul disertai sesi studi kasus interaktif yang memodelkan konflik lapangan, seperti gesekan antar kelompok desa atau dai viral yang memecah jamaah. Peserta diajak mencari langkah dakwah yang tepat, mengedepankan dialog, adab, dan hikmah. Pesan yang ditekankan: “Adab sebelum debat, hikmah sebelum hujjah.”

Dakwah sebagai Gerakan Kebangsaan
Sebagai penutup, Dr. Samsul mengingatkan bahwa dakwah hari ini bukan hanya gerakan spiritual, tetapi juga gerakan kebangsaan. “Bangsa ini tidak kekurangan penceramah; yang kita butuhkan adalah pencerah—yang menyalakan semangat, bukan hanya menambah kata.”
Ia menegaskan bahwa religiusitas harus berjalan sejajar dengan kecerdasan agar lahir masyarakat berkeadaban dan berdaya saing.
Paparan Dr. Samsul mendapatkan apresiasi karena memberikan kerangka baru yang aktual, moderat, dan relevan dengan kebutuhan umat di era digital. Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama para dai untuk menjadi “penjaga cahaya” yang adaptif di tengah perubahan zaman.