Pelecehan Terkait Agama dalam Keluarga
Oleh Dr. Samsul Hidayat, MA
Dosen Prodi Studi Agama-Agama IAIN Pontianak
Agama telah lama diakui sebagai salah satu pilar utama dalam kehidupan sosial manusia yang menawarkan kerangka moral, etika, dan pedoman hidup. Sebagai sumber spiritual dan moral, agama sering kali dianggap memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan individu dan harmoni sosial. Namun, seperti yang dijelaskan dalam artikel "Religious-Related Abuse in the Family" (2013) oleh Barbara Simonič, Tina Rahne Mandelj, dan Rachel Novsak, agama juga dapat dimanipulasi untuk membenarkan atau memperparah perilaku abusif dalam konteks keluarga. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana keyakinan dan praktik keagamaan dapat digunakan untuk mendukung perilaku kekerasan fisik dan emosional terhadap anak-anak dan pasangan, serta bagaimana terapi keluarga dapat membantu mengatasi penyalahgunaan ini.
Dalam tulisan ini, kita akan mengembangkan analisis artikel tersebut dari perspektif Studi Agama, dengan fokus pada bagaimana agama dapat memainkan peran ganda dalam konteks keluarga—sebagai sumber kebaikan maupun keburukan. Tulisan ini juga akan mengkritisi beberapa aspek dari artikel tersebut dan menawarkan saran untuk pengembangan lebih lanjut.
Artikel "Religious-Related Abuse in the Family" ini membahas bagaimana agama dapat berfungsi sebagai justifikasi untuk perilaku abusif dalam keluarga. Meskipun agama umumnya dipandang sebagai pedoman moral yang positif, penulis artikel ini mengungkapkan bahwa dalam beberapa kasus, agama dapat digunakan untuk memperkuat kontrol dan kekuasaan yang merugikan dalam hubungan keluarga. Artikel ini mengidentifikasi dua bentuk utama penyalahgunaan terkait agama: pertama, penyalahgunaan fisik yang dibenarkan dengan alasan teologis, dan kedua, penyalahgunaan emosional yang menggunakan keyakinan religius untuk menanamkan rasa takut, rasa bersalah, dan rasa malu. Artikel ini juga membahas bagaimana penyalahgunaan ini dapat ditransfer secara transgenerasional dan bagaimana pendekatan terapi keluarga relasional dapat membantu mengatasi pola-pola perilaku yang disfungsional ini.
Analisis Perspektif Studi Agama
Dari perspektif Studi Agama, artikel ini memberikan wawasan yang penting tentang bagaimana agama dapat digunakan untuk tujuan yang merugikan dalam konteks keluarga. Namun, untuk memahami secara komprehensif bagaimana agama dapat mempengaruhi dinamika keluarga, analisis yang lebih dalam dan kontekstual diperlukan.
1. Agama sebagai Pedang Bermata Dua
Salah satu poin utama yang diangkat dalam artikel ini adalah bahwa agama dapat berfungsi sebagai pedang bermata dua dalam kehidupan keluarga. Di satu sisi, agama dapat memberikan dukungan moral dan sosial yang penting, serta menjadi sumber kekuatan spiritual bagi individu dan keluarga. Agama sering kali menawarkan panduan tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna, memelihara hubungan yang sehat, dan mengatasi tantangan hidup. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa keterlibatan agama dapat mengurangi risiko kekerasan dalam rumah tangga dan meningkatkan kepuasan pernikahan serta kualitas pengasuhan anak.
Namun, artikel ini juga menyoroti sisi gelap agama ketika dimanipulasi untuk membenarkan perilaku abusif. Misalnya, ajaran tentang ketaatan dan hierarki dalam beberapa tradisi agama dapat dimanipulasi oleh individu dengan gangguan kepribadian atau riwayat trauma untuk memperkuat dominasi mereka atas anggota keluarga lain. Penyalahgunaan agama seperti ini sering kali muncul dalam bentuk interpretasi literal dan kaku dari teks-teks suci atau ajaran agama, yang tidak memberikan ruang bagi interpretasi yang lebih kontekstual atau manusiawi.
2. Penyalahgunaan Emosional Terkait Agama
Artikel ini secara efektif menyoroti bagaimana penyalahgunaan emosional yang berakar pada keyakinan religius dapat memiliki dampak yang merusak terhadap identitas diri dan relasi individu dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Misalnya, ancaman hukuman ilahi atau penolakan terhadap ekspresi emosi tertentu karena dianggap berdosa dapat menimbulkan kerusakan psikologis yang mendalam, terutama pada anak-anak yang sedang dalam tahap perkembangan.
Dari perspektif Studi Agama, penting untuk mengeksplorasi bagaimana berbagai tradisi keagamaan menafsirkan dan merespons fenomena ini. Dalam beberapa tradisi agama, mungkin terdapat ajaran yang dapat dimanipulasi untuk menanamkan rasa takut dan rasa bersalah, sementara dalam tradisi lainnya, mungkin terdapat ajaran yang lebih menekankan kasih sayang, pengampunan, dan penerimaan. Memahami nuansa ini sangat penting untuk mengembangkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani penyalahgunaan terkait agama.
3. Terapi Keluarga Relasional sebagai Pendekatan untuk Mengatasi Penyalahgunaan Terkait Agama
Artikel ini juga membahas pendekatan terapi keluarga relasional sebagai metode untuk mengatasi penyalahgunaan terkait agama. Terapi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghentikan perilaku abusif, serta membantu individu dan keluarga untuk mengatur ulang dinamika emosional yang disfungsional. Terapi keluarga relasional menawarkan pendekatan yang holistik, di mana tidak hanya perilaku abusif yang diatasi, tetapi juga dinamika emosional yang mendasari perilaku tersebut.
Dari perspektif Studi Agama, pendekatan terapi ini sangat relevan karena melibatkan dimensi spiritual dalam proses penyembuhan. Terapi ini tidak hanya berfokus pada aspek psikologis dan emosional, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana keyakinan religius individu dapat diintegrasikan dalam proses penyembuhan. Dengan demikian, terapi ini menawarkan potensi untuk tidak hanya menyembuhkan luka emosional, tetapi juga memperkuat hubungan spiritual individu dengan Tuhan atau entitas ilahi lainnya.
Kritik dan Saran
Meskipun artikel ini memberikan kontribusi penting dalam memahami penyalahgunaan terkait agama dalam keluarga, ada beberapa area yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
1. Fokus pada Aspek Negatif Agama
Salah satu kritik utama terhadap artikel ini adalah bahwa fokusnya cenderung pada aspek negatif dari peran agama dalam keluarga, tanpa cukup mengeksplorasi potensi positif yang dapat dimanfaatkan dalam terapi atau pencegahan. Misalnya, banyak tradisi agama memiliki ajaran tentang kasih sayang, keadilan, dan pengampunan yang dapat diintegrasikan dalam pendekatan terapi untuk membantu korban penyalahgunaan. Komunitas agama juga dapat berfungsi sebagai sumber dukungan yang penting bagi korban penyalahgunaan. Studi agama dapat berperan dalam mengeksplorasi bagaimana ajaran agama yang positif dapat diintegrasikan dalam intervensi terapeutik untuk mencegah dan menangani penyalahgunaan terkait agama.
2. Pengaruh Faktor Sosial dan Budaya
Artikel ini juga kurang mendalami bagaimana faktor sosial dan budaya mempengaruhi interpretasi agama yang mendukung perilaku abusif. Dalam banyak masyarakat, patriarki dan struktur keluarga tradisional dapat mempengaruhi bagaimana ajaran agama ditafsirkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Studi agama dapat memperkaya analisis ini dengan mengeksplorasi bagaimana konteks sosial dan budaya mempengaruhi cara agama digunakan atau disalahgunakan dalam keluarga. Misalnya, bagaimana pengaruh patriarki dalam masyarakat tertentu dapat memperkuat penggunaan agama untuk membenarkan dominasi dan kekerasan dalam keluarga?
3. Perlunya Dialog Lintas Agama
Selain itu, artikel ini dapat lebih dikembangkan dengan mempertimbangkan bagaimana dialog lintas agama dapat membantu mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif. Dengan memahami bagaimana berbagai tradisi agama menafsirkan isu penyalahgunaan dalam keluarga, kita dapat mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif dan komprehensif untuk mencegah penyalahgunaan terkait agama. Dialog lintas agama dapat menjadi platform untuk berbagi praktik terbaik dan mengembangkan pedoman etika yang dapat membantu mencegah penyalahgunaan dalam konteks keagamaan.
Kesimpulan
Artikel "Religious-Related Abuse in the Family" memberikan wawasan yang penting tentang kompleksitas peran agama dalam konteks penyalahgunaan dalam keluarga. Meskipun agama sering kali dipandang sebagai sumber moralitas dan kesejahteraan, artikel ini mengingatkan kita bahwa agama juga dapat disalahgunakan untuk membenarkan perilaku abusif. Dari perspektif Studi Agama, penting untuk memahami bahwa agama bukanlah entitas monolitik yang selalu memberikan dampak positif; agama juga memiliki potensi untuk disalahgunakan, terutama dalam konteks keluarga.
Untuk memahami sepenuhnya dinamika penyalahgunaan terkait agama dalam keluarga, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan kontekstual yang mempertimbangkan nuansa teologis, sosial, dan budaya. Studi agama dapat memainkan peran penting dalam menganalisis isu ini dan menyediakan landasan bagi intervensi yang lebih efektif dan beretika dalam konteks keagamaan. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan strategi yang tidak hanya berfokus pada pencegahan penyalahgunaan, tetapi juga pada pemulihan dan penguatan hubungan spiritual individu dengan agama mereka.
Referensi
Simonič, B., Mandelj, T., & Novsak, R. (2013). Religious-Related Abuse in the Family. Journal of Family Violence, 28, 339-349. https://doi.org/10.1007/s10896-013-9508-y.
Print Version