Masa Depan Studi Agama
Oleh Dr. Samsul Hidayat, MA
Dosen Prodi Studi Agama-Agama IAIN Pontianak
Artikel "Future of Religious Studies" (2020) yang ditulis oleh Kathryn McClymond berfokus pada tantangan dan masa depan studi agama dalam konteks perubahan sosial, politik, ekonomi, dan akademik yang sedang berlangsung di dunia, terutama di Amerika Serikat. Artikel ini mengidentifikasi empat area penting yang perlu diperhatikan oleh akademisi dalam studi agama: publikasi penelitian, pendidikan mahasiswa, hubungan kelembagaan, dan keterlibatan publik. Dalam analisis ini, saya akan mengkaji artikel tersebut dalam konteks keindonesiaan, mengingat relevansi dan tantangan yang dihadapi studi agama di Indonesia. Dengan melihat konteks sosio-kultural Indonesia, saya akan mencoba menggali bagaimana gagasan McClymond dapat diterapkan atau disesuaikan untuk memperkuat studi agama di Indonesia.
Konteks Sosio-Kultural Indonesia
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki dinamika keagamaan yang sangat kaya dan kompleks. Studi agama di Indonesia memiliki peran yang krusial dalam membangun pemahaman yang mendalam tentang keragaman agama dan budaya yang ada di negara ini. Berbeda dengan konteks Amerika Serikat yang diuraikan McClymond, di mana studi agama seringkali dipandang sebagai suatu "kemewahan", di Indonesia, studi agama merupakan bagian integral dari sistem pendidikan, terutama di perguruan tinggi Islam seperti Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri (UIN).
Publikasi Penelitian
Dalam artikel McClymond, ditekankan pentingnya keberagaman suara dalam penelitian agama, serta perlunya akademisi untuk terlibat dalam percakapan publik yang lebih luas melalui publikasi digital dan akses terbuka. Di Indonesia, meskipun sudah ada banyak jurnal yang memfasilitasi publikasi penelitian di bidang studi agama, tantangan terbesar adalah bagaimana meningkatkan kualitas penelitian dan keterlibatan dalam diskursus global.
Penting untuk memperhatikan bahwa publikasi internasional masih menjadi tantangan bagi akademisi Indonesia, terutama karena kendala bahasa dan akses terhadap sumber daya yang memadai. Namun, dengan perkembangan teknologi dan inisiatif pemerintah dalam mendorong internasionalisasi pendidikan tinggi, ada peluang untuk meningkatkan keterlibatan akademisi Indonesia dalam publikasi penelitian yang lebih luas.
Pendidikan Mahasiswa
McClymond menyoroti pentingnya membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk berpikir kritis dan beradaptasi dengan dunia kerja. Dalam konteks Indonesia, kurikulum studi agama perlu dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang agama, tetapi juga mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Misalnya, pengajaran tentang toleransi dan dialog antaragama menjadi semakin penting dalam menghadapi tantangan pluralisme di Indonesia.
Pendidikan agama di Indonesia juga harus mengintegrasikan pendekatan interdisipliner, seperti yang disarankan oleh McClymond, dengan menggabungkan metodologi dari ilmu sosial, humaniora, dan bahkan ilmu alam. Ini akan memperkaya perspektif mahasiswa dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan, baik dalam konteks akademis maupun non-akademis.
Hubungan Kelembagaan
McClymond menyarankan perlunya akademisi untuk memahami dan terlibat secara aktif dalam dinamika kelembagaan agar studi agama tetap relevan dan mendapat dukungan yang memadai. Di Indonesia, studi agama sering kali berhadapan dengan berbagai dinamika politik dan kebijakan pendidikan yang kompleks. Oleh karena itu, penting bagi para akademisi untuk membangun hubungan yang kuat dengan lembaga-lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi keagamaan.
Keterlibatan dalam pengambilan kebijakan, baik di tingkat nasional maupun lokal, menjadi krusial untuk memastikan bahwa studi agama tidak hanya sekedar "mengikuti arus" tetapi juga menjadi kekuatan yang berkontribusi dalam membentuk arah kebijakan pendidikan dan sosial di Indonesia. Hal ini juga mencakup peningkatan kolaborasi antara perguruan tinggi dan lembaga-lembaga keagamaan untuk memastikan bahwa penelitian dan pendidikan agama tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Keterlibatan Publik
Poin penting yang disampaikan oleh McClymond adalah perlunya akademisi untuk lebih terlibat dalam percakapan publik dan menunjukkan relevansi studi agama dalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, agama memainkan peran yang sangat signifikan dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat. Oleh karena itu, akademisi di bidang studi agama harus mampu menjembatani antara pengetahuan akademis dan isu-isu keagamaan yang berkembang di masyarakat.
Keterlibatan publik ini dapat diwujudkan melalui berbagai cara, seperti partisipasi dalam diskusi publik, penulisan opini di media massa, dan penyelenggaraan seminar atau lokakarya yang melibatkan masyarakat luas. Dengan demikian, akademisi tidak hanya berfungsi sebagai pengamat, tetapi juga sebagai agen perubahan yang aktif dalam menyuarakan pentingnya pemahaman agama yang mendalam dan inklusif.
Relevansi dan Adaptasi Gagasan McClymond dalam Konteks Indonesia
Gagasan McClymond tentang masa depan studi agama dapat diterapkan di Indonesia dengan beberapa adaptasi. Misalnya, dalam konteks publikasi, penting untuk mendorong akademisi Indonesia untuk lebih aktif dalam publikasi internasional, sekaligus mempertahankan relevansi lokal. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas penelitian, memperkuat jaringan internasional, dan memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan hasil penelitian.
Dalam pendidikan, integrasi antara studi agama dengan disiplin ilmu lain perlu lebih diperkuat untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya memahami agama secara tekstual, tetapi juga mampu menerapkan pemahaman tersebut dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi yang lebih luas. Pendekatan ini akan membantu menghasilkan lulusan yang lebih siap untuk menghadapi tantangan di dunia kerja dan memberikan kontribusi positif dalam masyarakat.
Selain itu, dalam hal hubungan kelembagaan, akademisi di Indonesia perlu lebih proaktif dalam membangun kemitraan dengan berbagai lembaga, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini penting untuk memastikan bahwa studi agama tetap relevan dan mendapat dukungan yang diperlukan untuk berkembang.
Akhirnya, keterlibatan publik harus menjadi fokus utama bagi akademisi studi agama di Indonesia. Dengan memanfaatkan media massa dan platform digital, akademisi dapat menyampaikan pemikiran mereka kepada masyarakat luas, serta berkontribusi dalam membentuk persepsi publik tentang isu-isu keagamaan yang sedang berkembang.
Artikel Kathryn McClymond tentang masa depan studi agama memberikan wawasan yang berharga tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh akademisi di bidang ini. Dalam konteks Indonesia, gagasan-gagasan ini dapat diadaptasi dan diterapkan untuk memperkuat studi agama sebagai disiplin yang relevan dan berpengaruh. Dengan memperhatikan publikasi penelitian, pendidikan mahasiswa, hubungan kelembagaan, dan keterlibatan publik, studi agama di Indonesia dapat berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan toleran.
McClymond, K. (2020). Future of religious studies. Religion, 50, 106 - 112. https://doi.org/10.1080/0048721X.2019.1681121.
Print Version